Pembangunan ekonomi tidak dapat secara sederhana diartikan dengan pertumbuhan ataupun industrialisasi. Pengertian pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat atau bangsa meningkat dalam jangka panjang.
Meier menyebutkan pembangunan ekonomi sebagai, …the process whereby the real per capita income of a country increase over a long period of time- subject to the stipulation that the number below on “absolute poverty line” does not increase, and that the distribution of income does not become more unequal (Meier, dalam Jusmaliani, 2001:42). Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa indikator keberhasilan suatu pembangunan ekonomi adalah :
a. adanya pertumbuhan,
b. adanya pemerataan,
c. adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Di samping itu di dalam pembangunan ekonomi, pemerataan pendapatan yang lebih adil di negara-negara berkembang merupakan kondisi penting atau syarat yang harus diadakan guna menunjang pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000:179). Terkait dengan perekonomian daerah, Arsyad (1999:108) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah proses di mana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi daerah. Dalam kerangka pencapaian tujuan pembangunan ekonomi daerah tersebut dibutuhkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah (endogenous development), dengan menggunakan potensi sumber daya lokal.
Dalam upaya mendorong peningkatan partisipasi dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan daerah maka pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan desentralisasi.
Pemberlakuan otonomi daerah (UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah) mengharuskan pemerintah daerah lebih kreatif menggali dan mengembangkan potensi ekonomi untuk meningkatkan perekonomian daerah. Adanya potensi ekonomi di suatu daerah tidaklah mempunyai arti bagi pembangunan ekonomi daerah tersebut bila tidak ada upaya untuk memanfaatkan dan mengembangkannya secara optimal.
Selanjutnya Todaro (2000:137) menjelaskan bahwa salah satu komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi adalah akumulasi modal (capital accumulation), yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumberdaya manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku meningkatkan stok modal (capital stock) secara fisik suatu negara dan hal itu jelas memungkinkan akan terjadinya peningkatan output di masa-masa mendatang.
Investasi sebagai salah satu komponen pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi daerah, terutama bagi daerah yang relatif baru terbentuk seperti Kota Lubuk Linggau, yang hingga saat ini masih gencar melaksanakan pembangunan ekonomi dan penataan infrastruktur perkotaan.
Kota Lubuklinggau yang merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2001. Pada mulanya Kota Lubuklinggau merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Musi Rawas. Pembentukan Kota Lubuklinggau merupakan keinginan masyarakat Lubuklinggau, karena Lubuklinggau sudah lama menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi seperti pusat perdagangan dan jasa layaknya daerah perkotaan (central place) lainnya. Dengan demikian terbentuknya Kota Lubuk Linggau diharapkan mampu lebih meningkatkan perekonomian masyarakat di Lubuklinggau.
Kota Lubuklinggau merupakan wilayah yang memiliki luas 401,5 km2, dan hingga saat ini memiliki 72 kelurahan yang tersebar di 8 kecamatan, dengan sektor perdagangan sebagai leading sector yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian wilayah. Hal ini terlihat dari PDRB Kota Lubuklinggau tahun 2003-2008.
Tabel 1.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Lubuklinggau Tahun 2003-2008
(dalam Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha | Tahun | |||||
2003 | 2004 | 2005 | 2006 r) | 2007 *) | 2008**) | |
1. Pertanian | 65.009 | 73.510 | 83.642 | 91.164 | 98.131 | 106.027 |
2. Pertambangan & Penggalian | 10.719 | 12.496 | 14.573 | 16.947 | 19.554 | 23.122 |
3. Industri Pengolahan | 77.554 | 86.233 | 98.388 | 113.018 | 130.761 | 150.757 |
4. Listrik, Gas dan Air Minum | 4.438 | 5.144 | 5.970 | 6.967 | 8.141 | 9.501 |
5. Bangunan | 185.479 | 201.704 | 224.416 | 249.617 | 277.942 | 313.128 |
6. Perdagangan, Hotel & Restoran | 214.992 | 251.683 | 288.139 | 330.321 | 379.422 | 439.235 |
7. Angkutan & Komunikasi | 66.828 | 79.920 | 93.995 | 107.946 | 121.468 | 139.820 |
8. Keuangan, Sewa & Jasa Pers. | 124.684 | 137.469 | 152.182 | 167.583 | 183.562 | 201.081 |
9. Jasa - Jasa | 155.591 | 173.877 | 194.188 | 214.560 | 239.834 | 269.001 |
PDRB (migas) | 905.294 | 1.022.036 | 1.155.493 | 1.298.123 | 1.458.816 | 1.651.672 |
PDRB (non migas) | 905.294 | 1.022.036 | 1.155.493 | 1.298.123 | 1.458.816 | 1.651.672 |
Keterangan : r) Angka Revisi | ||||||
*) Angka Sementara | ||||||
**) Angka Sangat Sementara |
Tabel 1 memperlihatkan bahwa kegiatan perekonomian di Kota Lubuklinggau selama tahun 2008 mampu menciptakan Nilai Tambah Bruto (NTB) sebesar Rp. 1,65 Trilyun. Secara sektoral, maka kegiatan ekonomi di Kota Lubuk Linggau didominasi oleh 3 sektor ekonomi, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan kontribusi PDRB sebesar Rp. 439,235 Milyar (26,6 %) dan sektor bangunan yang memberikan kontribusi sebesar Rp. 313,13 Milyar (19 %) serta sektor jasa-jasa dengan kontribusi sebesar Rp. 269 Milyar (16,3 %).
Kondisi ini sesuai dengan ciri perekonomian daerah urban/perkotaan di mana struktur ekonominya didominasi dengan sektor tersier. Selain itu, letak geografis Kota Lubuk Linggau sebagai kota transit mengkondisikannya sebagai market area yang cukup berpotensi bagi perkembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran hingga menjadi sektor ekonomi yang memiliki kontribusi terbesar dalam penciptaan PDRB.
Selanjutnya jika dilihat dari PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000, pada tahun 2003 tercipta PDRB sebesar Rp. 745,297 Milyar dan 5 (lima) tahun kemudian, yaitu di tahun 2008 meningkat menjadi Rp. 998,856 Milyar, sehingga selama periode (2003-2008) mengalami pertumbuhan ekonomi dengan laju rata-rata 5,92 %.
Tabel 2.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Lubuklinggau
Tahun 2003-2008 (dalam Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha | Tahun | Rata-Rata | ||||||
2003 | 2004 | 2005 | 2006 r) | 2007 *) | 2008**) | Pertumbuhan (%) | ||
1. Pertanian | 51.143 | 54.344 | 58.088 | 61.501 | 65.094 | 68.212 | 5,97 | |
2. Pertambangan & Penggalian | 8.429 | 9.161 | 9.832 | 10.515 | 11.227 | 11.903 | 7,58 | |
3. Industri Pengolahan | 60.018 | 62.102 | 64.266 | 66.779 | 69.659 | 72.733 | 3,70 | |
4. Listrik, Gas dan Air Minum | 3.411 | 3.620 | 3.842 | 4.103 | 4.385 | 4.616 | 6,38 | |
5. Bangunan | 160.787 | 171.576 | 182.591 | 195.066 | 209.345 | 224.009 | 6,83 | |
6. Perdagangan, Hotel & Restoran | 178.975 | 189.118 | 200.182 | 212.295 | 225.578 | 240.219 | 5,93 | |
7. Angkutan & Komunikasi | 51.598 | 56.852 | 61.628 | 65.391 | 67.879 | 72.098 | 5,79 | |
8. Keuangan, Sewa & Jasa Pers. | 102.630 | 107.690 | 112.851 | 118.196 | 123.732 | 129.497 | 4,77 | |
9. Jasa - Jasa | 128.306 | 134.171 | 142.569 | 152.211 | 163.606 | 175.569 | 6,09 | |
PDRB (migas) | 745.297 | 788.634 | 835.849 | 886.057 | 940.505 | 998.856 | 5,92 | |
PDRB (non migas) | 745.297 | 788.634 | 835.849 | 886.057 | 940.505 | 998.856 | 5,92 | |
Keterangan : r) Angka Revisi | ||||||||
*) Angka Sementara | ||||||||
**) Angka Sangat Sementara | ||||||||
Jika dilihat secara sektoral, maka sektor yang paling berperan dalam pertumbuhan ekonomi Kota Lubuklinggau adalah sektor pertambangan dan penggalian khususnya sektor penggalian karena Kota Lubuklinggau tidak memiliki hasil tambang dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,58 %. Namun jika dirunut dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir, maka sektor jasa-jasa adalah sektor yang mengalami laju pertumbuhan tertinggi dengan rata-rata pertumbuhan 7,18 % . Hal ini menunjukkan kemajuan perekonomian Kota Lubuklinggau sebagai salah satu ciri daerah perkotaan di mana pertumbuhan yang tinggi pada sektor jasa-jasa dapat diartikan sebagai pergeseran struktur ekonomi penduduknya dari sektor primer ke sektor tersier.
Dengan melihat pembangunan ekonomi di Kota Lubuklinggau melalui besaran-besaran yang direpresentasikan oleh PDRB, maka tampak bahwa Lubuklinggau merupakan wilayah pusat pertumbuhan baru yang berkembang cukup pesat. Sejalan dengan kondisi di atas, Pemerintah Kota Lubuk Linggau dalam Program Perencanaan Pembangunan Daerah (PROPEDA) 2003-2008, telah menetapkan untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya. Dengan melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi daerah ini diharapkan akan memberi landasan yang kuat bagi pelaksanaan otonomi Kota Lubuklinggau.
Dalam rangka merealisasikan program pembangunan ekonomi Kota Lubuklinggau tentunya diperlukan tambahan modal (investasi) yang cukup untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan. Investasi ini berdasarkan sumbernya berasal dari investasi pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah tercantum dalam APBD belanja pembangunan baik yang bersumber dari APBD II dan APBD I. Investasi ini banyak digunakan untuk membangun sarana dan prasarana umum. Investasi swasta langsung digunakan pada kegiatan ekonomi produktif, investasi swasta dalam bentuk PMA, PMDN serta investasi dari masyarakat lainnya.
Anggaran yang telah dilaksanakan selama ini cenderung relatif belum mencerminkan kebutuhan investasi secara keseluruhan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan. Berdasarkan berbagai deskripsi tersebut maka kajian mengenai pengaruh berbagai investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kajian mengenai kebutuhan investasi yang sesungguhnya merupakan hal penting dalam proses perencanaan dan evaluasi pembangunan ekonomi di Kota Lubuklinggau.
0 komentar:
Posting Komentar